I.
Identitas Praktikan
No
|
Nama
|
Nim
|
Kelas
|
1
|
Gilang
|
F
1001000
|
|
2
|
Rizika
Witri H
|
F
100110050
|
|
3
|
Ariska
|
F
100110076
|
|
4
|
Iman
|
F
1001100
|
|
II.
Nama Asisten
Nadia Kumalasari.
III.
Topik Obi
Go Green
IV.
Tujuan Obi
Untuk mengetahui
perilaku peserta terhadap kegiatan Go Green
V.
Metode Obi
Focus Group Discussion
(FGD)
VI.
Strategi Pencatatan
VII.
Lokasi Observasi
Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Lantai 3 ruang 3.4
VIII. Waktu
Observasi
Kamis, 4 desember 2013,
jam 15.30 – 16.00 (±90 menit)
IX.
Landasan Teori
Kota
adalah tempat untuk membentuk perilaku manusia. Perilaku terbentuk karena ada
stimulus yang diterima dan kemudian direspons oleh manusia sesuai dengan makna
yang didapatkan dari pengetahuan dan pengalaman. Jalan layang adalah contoh
bagaimana perilaku terbentuk. Disini kita dapat melihat bahwa peraturan dapat
digunakan untuk membentuk perilaku warga kota dimana ketika terinternalisasi
dan terprogram dalam otak tanpa disadari perilakunya telah menjadi kebiasaan.
Disamping itu, peraturan juga dapat membedakan perilaku yang baik dan yang
tidak baik. Para ahli psikologi lingkungan menyatakan bahwa perilaku manusia
pada hakekatnya mencerminkan proses interaksi individu sebagai makhluk
hidup dengan lingkungannya dan menurut
para ahli perilaku, sikap, dan pola perilaku dapat dibentuk melalui proses
konfirmasi dan pembiasaan lingkuangan. Seseorang dapat menciptakan atmosfer
yang memanjakan sementara yang lainnya menciptakan nuansa mengancam. Oleh
karena itu, jika kita ingin merubah warga kota berperilaku tertentu sebagaimana
yang diinginkan, maka sebaran saja rasa takut sedemikian rupa sehingga atmosfer
lingkungan membuat masyarakat merasa akan disakiti jiak mereka tidak bertindak
seperti yang diinginkan, atau sebaliknya sehingga mereka senang untuk melakukan
sesuatu seperti yang kita inginkan.sebuah contoh studi klasik yang sering
dijadikan referensi tentang masyalah ketidaksesuaian budaya apartemen dan
perilaku masyarakat adalah kasus kompleks Pruitt-Igoe di St. Louis, Amerika.
Dibangun untuk warga berpenghasilan menengah-bawah dan terdiri dari 33
bangungan dengan ketinggian rata-rata 11 lantai serta 2.870 unit hunian untuk
menampung 11.000 orang. Namun kemudian derah antar bangunan yang teduh dan
hijau peralahan-lahan menjelma padang pasir dan banyak terjadi kriminalitas.
Kehadiran apartemen-apartemen amu tidak mau berdampak pada lingkungan
sekitarnya. Banyak apartemen dibangun dilingkungan kumuh sehingga membuat
disintegrasi sosial yang akan menghilangkan ketahanan psikososial lingkungan.
Stresor
lingkungan perkotaan yang dialami warga kota tidak ernah berdiri sendiri,
melainkan selalu merupaka stresor gabungan yang datang bertubi-tubi. Misalnya
kemacetan lalu lintas yang didalamnya termsuk kebisingan dan kesesakan sebagai
stresor utama. Polusi udara timbul akibat kemacetan dan populasi jumlah
kendaraan merupakan ambient stresor (stresor
yang berhubungan dengan lingkungan) paling bahaya yang pasti ditemui disemua
kota besar didunia terutama dinegara-negara berkembang, seperti Jakarta dengan tingkat
polusi yang lebih tinggi akibat kurangnya kesadaran warga dan perhatian. Selain
polusi udara, polusi berbahaya yang paling nyata lainnya terdapat pada sungai-sungai
di Jakarta yang menjadi sumber air baku PAM. Semua sungai telah terkontaminasi
berat baik oleh sampah, kotoran domestik tumah tangga, sampai kepada limbah
beracun buangan industri yang semuanya masuk ke sungai-sungai. Pengetahuan
warga kota kakn pengaruh polusi terhadap pola hidup juga masih sangat rendah. Banyak
sekali warga yang tidak peduli bahwa polusi telah mengubah pola perilakunya
sehari-hari, bahkan kemampuan kerja otak mereka, misalnya jarang sekali para
pengendara sepeda motor di Jakarta yang tahu bahwa timbal yang ada pada bensin
dapat mengakibatkan kanker otak. Penelitian medis pengaruh polusi terhadap
kesehatan sudah demikian ekstensif, polusi dapat mempengaruhi perilaku sosial
melalui efek fisiologis atau psikologis. Misalnya, asap rokok menurunkan
kemampuan kognitif. Polusi juga menurunkan sensitivitas sosial dan aktivitas sosial
karena orang menjadi cenderung malas keluar rumah dan melakukan rekreasi luar
ruangan. Penelitian-penelitian laboratorium juga menunjukan bukti bahwa
perubahan suasana hati dipercepat oleh polusi udara, termasuk dalamnya asap
rokok. Bau badan yang menyengat dalam ruangan ruangan juag dapat menimbulkan
stres. Banyak ilmuan yang telah membuktikan bahwa zat-zat kimia yang dikandung
asap rokok dapat mempengaruhi orang-orang yang tidak merokok disekitarnya.
Perokok pasif ini memiliki resiko penyakit kanker paru dan jantung koroner
lebih besar dari pada si perokok aktif. Lebih dari itu, menghisap asap rokok
memperburuk kondisi penderita angina (nyeri dada akibat penyempitan pembuluh
darah pada jantung. Gejala-gejala gangguan kesehatan lain akibat asap rokok,
misalnya iritasi mata, sait kepala, sakit tenggorokan, batuk, dan sesak napas.
Telah
banyak penelitian mengenai reaksi psikologis terhadap jenis-jenis polusi,
termasuk didalamnya limbah beracun dan lokasi tempat-tempat pembuangan sampah
warga. Dimulai ketika warga mengidentifikasi diri mereka menjadi
kelompok-kelompok yang sering kali mengalami stigmasasi oleh mereka yang
tinggal diluar daerah polusi. Media massa juag sering kali mengidentifikasi
sebuah lokasi dengan adanya pembuangan limbah (baik sampah domestik maupun
limbah beracun) sehingga memberikan kesan negatif bagi warga yang tinggal
didaerah tersebut. Kondisi seperti ini disamping secara fisik menjadi sumber
penyakit yang hakekatnya juga adalah sebagai stresor, tetapi secara psikogis
citra buruk sebuah daerah juga menciptakan tekanan sosial yang lain. Sampah
adalah masalah klasik yang tak pernah tuntas, sampah juga menjadi salah satu
penyebab banjir tahunan dikota besar Jakarta. Padhal banjir merupakan bencana
alam yang merupakan stresor dan mengakibatkan trauma panjang bagi manusia.
Ironisnya warga seakan sudah tidak lagi peduli dengan bahaya banjir dan segala
macam penyakit yang menyertainya. Dalam situasi yang seperti ini, jangan kan
mengharap kondisi mental mereka mampu berkembang dengan baik, bisa bertahan
hidup saja sudah bagus. Ini juga salah satu bentuk keanehan warga yang tidak
peduli dengan bahaya dan penyakit apatisme berkepanjangan yang akhirnya
menciptakan komunitas warga sakit.
Perkembangan
kota yang tak terkontrol dan melebar kemana-mana menimbulkan banyak masalah
psikologis, terutama yang terkait dengan stres berkelanjutan dan keletihan
kronis akibat perjalanan panjang setiap hari. Dampak negatif urban
sprawl(melebarnya daerah pinggiran kota)
adalah :
1.
Menurunnya kesehatan membuat warga
sangat tergantung dengan kendaraan sehingga meningkatkan obesitas dan penyakit
darah tinggi.
2.
Kerusakan lingkungan, terutama
meningkatnya polusi dan ketergantungan pada bahan bakar fosil sehingga udara
dipinggir kota menjadi kotor karena warga pinggir kota menyumang emisi karbon
lebih besar dari pada warga kota.
3.
Meningkatnya kemacetan dan resiko
kecelakaan lalu lintas terutama bagi warga pinggir kota.
4.
Menurunnya modal sosial karena
menciptakan penghalang jarak untuk interaksi sosial dan cenderung menggantikan
ruang-ruang terbuka publik dengan ruang-ruang komersil.
5.
Berkurangnya kualitas serta kuantitias
tanah dan air akibat pemakaian lahan yang besar seringkali menghilangkan lahan
pertanian dan merusak ekosistemnya serta mengurangi daerah tangkapan air karena
telah mengubah tanah menjadi perkerasan.
6.
Meningkatnya biaya infrastruktur dimana
jalan-jalan tol yang lebar terpaksa harus dibuat lengkap dengan penerangan,
drainase, dan sarana parkir/transit.
7.
Meningkatnya biaya transportasi karena
warga pinggir kota mengahabiskan sebagian besar penghasilannya hanya untuk transportasi.
Perginya
warga kelas menengah sebagai penggerak ekonomi kota menyebabkan capital flight, selain enciptakan
segregasi dan stratifikasi kelas sosial (Halim, 2008).
Penanggulangan
Sampah Perkotaan sebagai Objek Studi Psikologi Lingkungan. Kebersihan
lingkungan merupakan salah satu tolok ukur kualitas hidup masyarakat.
Masyarakat yang telah mementingkan kebersihan lingkungan dipandang sebagai
masyarakat yang kualitas hidupnya lebih tinggi dibandingkan masyarakat yang
belum mementingkan kebersihan. Salah satu aspek yang dapat dijadikan indikator
kebersihan lingkungan kota adalah sampah. Bersih atau kotornya suatu lingkungan
tercipta melalui tindakantindakan manusia dalam mengelola dan menanggulangi
sampah yang mereka hasilkan. Perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap sampah dapat menyebabkan munculnya
masalah dan kerusakan
lingkungan. Bila perilaku manusia
semata-mata mengarah lebih pada kepentingan
pribadinya, dan kurang atau tidak mempertimbangkan kepentingan
umum/kepentingan bersama, maka dapat diprediksi bahwa daya dukung lingkungan
alam semakin terkuras habis dan akibatnya kerugian dan kerusakan lingkungan tak
dapat dihindarkan lagi.
Oleh karena itu, sampah dan benda-benda buangan yang
banyak terdapat di lingkungan kehidupan kita perlu ditanggapi secara serius dan
perlu dicari cara yang tepat untuk menanggulanginya.Terkait dengan pendekatan
Psikologi Lingkungan yang menganalisis perilaku manusia dengan aspek-aspek
lingkungan sosiofisiknya, maka untu keperluan di atas psikologi lingkungan
merupakan pendekatan yang paling tepat dalam menjelaskan dan menganalisis
gejala hubungan/ keterkaitan antara manusia dan masalah lingkungan yang
ditimbulkannya.Perilaku Kebersihan. Perilaku kebersihan yang diteliti adalah
berupa rangkaian dari berbagai wujud perilaku/tindakan yang dilakukan orang
terhadap sampah, mencakup perilaku yang bertanggung jawab terhadap lingkungan
seperti tindakan mengotori lingkungan hingga tindakan-tindakan yang bertanggung
jawab seperti tindakan-tindakan memelihara dan
membersihkan lingkungan. Hines, Hungerford dan Tomera (1986) melakukan
meta analisis terhadap penelitian-penelitian yang berkenaan dengan perilaku
yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, mendapatkan sejumlah variabel yang
berasosiasi dengan perilaku yang dimaksud, yaitu pengetahuan tentang issues, pengetahuan tentang strategi
tindakan, locus of control, sikap, komitmen verbal dan rasa tanggung jawab yang
dimiliki seseorang. Menurut model tersebut intensi untuk bertindak ditentukan
oleh faktor-faktor internal pelaku. Di lain pihak, perilaku yang bertanggung
jawab terhadap lingkungan selain ditentukan oleh faktor-faktor internal, juga
tidak terlepas dari faktor situasional (faktor eksternal). Perilaku tidak
terbentuk dengan sendirinya tapi terbentuk melalui proses pembelajaran. Sebagai
contoh, untuk menyapu jalanan diperlukan keterampilan menyapu dan pengetahuan
tentang kebersihan. Pengetahuan tentang masalah lingkungan dan pengetahuan
tentang berbagai tindakan yang tepat untuk mengatasinya menjadi salah satu
prasyarat bagi perilaku bertanggungjawab. Memiliki pengetahuan dan kemampuan
saja tidak cukup, perlu disertai hasrat atau keinginan untuk mewujudkan
perbuatan yang dimaksud. Hasrat atau keinginan seseorang itu sendiri sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor kepribadian, yaitu sikap, locus of controldan
rasa tanggung jawab. Masih menurut model di atas, individu yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan dan mempunyai sikap positif terhadap lingkungan
serta terhadap perilaku prolingkungan, biasanya memiliki intensi untuk mewujudkan tindakan-tindakan perilaku
bertanggung jawab. Namun faktor-faktor situasional, seperti keadaan ekonomi, tekanan
sosial dan peluang yang tersedia, dapat menghambat atau memperkuat kemungkinan
munculnya perilaku yang dimaksud. Perilaku bertanggungjawab merupakan hasil
dari transaksi terusmenerus antara faktor internal individu dengan faktor
situasional. (Wibowo,2009:38)
Upaya
yang dapat dilakukan untuk penyelamatan bumi adalah :
A.
Hemat kertas
Gunakan kertas di kedua sisi dan gunakan kembali
kertas bekas untuk keperluan lainnya. Kumpulkan kertas yang tidak terpakai dan
berikan pada pemulung sebagai bahan daur ulang 1 ton kertas yang didaur ulang
menyelamatkan 17 pohon, 20.000 liter air, dan energi yang setara dengan 1.000
liter.80% sampah perkantoran adalah kertas, dimana rata-rata penggunaan
kertasnya sebanyak 10.000 lembar/orang/tahun. Manfaatkan teknologi (elektronika
atau digital file) dalam hal surat menyurat dan pelaporan/arsip. Pilih isi
ulang pulsa eloktronik bukan voucherisi ulang/gesek
B.
Hemat energi
Perbanyak ventilasi untuk memperbanyak cahaya
matahari dan udara yang masuk dalam rumah. Ventilasi (jendela) yang besar
selain sehat dan murah, juga mengurangi pemakaian energi untuk lampu dan
penyejuk ruangan. 50% penggunaan minyak bumi adalah transportasi, yang
merupakan penyumbang terbesar pemanasan global. Gunakan BBM tanpa timbal
Periksan kendaraan setidaknya sebulan sekali dan
periksa tekanan ban. Uji emisi kendaraan secara berkala untuk mendukung gerakan
hemat energi dan ramah lingkungan. Matikan mesin mobil dan AC disaat mobil
berhenti (parkir), selain tidak baik untuk kesehatan juga tidak hemat energi.
Bersepedalah untuk jarak tempuh dekat. Bersepeda selama 4 hari dalam seminggu
untuk jarak tempuh 12 km/hari akan menghemat 200 liter BBM/tahun. 63 Panduan
Praktis Lingkungan Hidup Tingkatkan Takwa Melalui Kepedulian Lingkungan.
Gunakan transportasi massal (kendaraan umum), seperti bus, kereta api, angkot,
dan lain-lain.
·
Pergilah bersama dengan tujuan yang
sama, juga hemat energi
·
Jalan kaki ke tempat yang dekat.
·
Gunakan lampu hemat energy CFL (Compact
Fluorescent Lamp), hal ini akan menghemat 80% dan masa pakai 10x lebih lama
dibandingan lampu biasa.
·
Matikan peralatan listrik yang tidak
terpakai, seperti TV, AC, Computer, lampu, dan lain-lain. Membiarkan peralatan
listrik dalam kondisi standby meningkatkan 10% tagihan listrik/bulan.
·
Menonton TV bersama keluarga juga hemat
energi.
·
Atur suhu AC 24-25ᴼ C, setiap kenaikan
suhu 1ᴼ C akan menghemat 5% tagihan listrik.
·
Rawat pelengkapan elektronik, misalnya
membersihkan kompresor lemari es (kulkas) 2x per tahun akan menghemat listrik
30%.
·
Pilih alat listrik berkualitas baik dan
tahan lama, serta rawatlah secara berkala. Sebaiknya pilih alat listrik yang
menggunakan logo energy star, hemat energi, hemat biaya.
·
Makan bersama keluarga selain merekatkan
hubungan keluarga, juga dapat menghemat energi karena tidak perlu memanas makan
berulang kali, yang akan mengurangi pemakaian listrik, gas atau minyak tanah.
(Asaad, dkk.2011 : 62 - 63)
Peningkatan
pesat didalam energi pendorong sangat mengganggu remaja, namun remaja juga
melihat bahwa persoalan hanya sebagian dari yang sesungguhnya. Masa remaja juga
terganggu dan kacau lantaran konflik dan tuntutan sosial yang baru. Tugas utama
remaja menurut Erikson adalah membangun pemahaman baru mengenai identitas ego- sebuah perasaan tentang
siapa dirinya dan apa tempatnya di tatanan sosial yang lebih besar. Krisis ini
merupakansalah satu dari krisis identitas
versus kebingungan peran. Lebih-lebih ketika dorongan instingual tiba-tiba
menyeruak lagi, makin memperkeruh pencarian remaja akan identitas dirinya.
Selain itu, anak muda mulai khawatir akan tempat mereka dimasa depan, didunia
sosial yang lebih besar. Para remaja, yang disatu sisi merasa kekuatan
mentalnya berkembang cepat, namun disisi lain merasa takhluk oleh tawaran dan
alternatif yang tak terhitung di hadapan mereka.
Karena,
remaja merasa tidak begitu pasti dengan siapa dirinya, mereka [un sangat
bersemangat untuk mengidentifikasi diri dengan “geng tertentu.” Mereka bisa
“menjadi sangat nge-geng, tidak
toleran, dan kejam waktu mengucilkan orang lain yang “berbeda” dari mereka.
Remaja sering kali menunda komitmen apa pun karena kebutuhan batinnya untuk
menghindari identitas yang terlalu mapan,
sebuah perasaan terlalu prematur untuk menerima peran sosial yang
terkotak-kotakan. Dan meskipun pencarian identitas yang berlarut-larut ini amat
menyakitkan, namun akhirnya mereka sampai juga pada bentuk integrasi personal
yang lebih tinggi dan inovasi sosial yang lebih sejati.
Tugas
utama masa remaja, menemukan sejumlah cara hidup dimana kita bisa membuat
komitmen permanen. Perjuangan ditahapan ini membawa mereka pada kekuatan ego
baru dalam bentuk kesetiaan- sebuah
kemampuan untuk mempertahankan loyalitas yang sudah dinanti sejak dulu (Crain, 2007).
Perkembangan
intelek dan kepribadian. Intelegensi meliputo pengalaman dan kemampuan
bertambahnya pengertian tingkah laku dengan pola-pola baru dan menggunakannya
secara efektif. Seorang ahli psikologi
terkenal, William Stern, mengemukakan bahwa intelegensi merupakan
kemampuan untuk menyesuaikan diri pada
tuntutan baru yang dibantu dengan penggunaan fungsi berpikir. Kemampuan
berpikir abstrak menyebabkan remaja menunjukkan perhatian besar terhadap
kejadian dan peristiwa yang tidak konkret, seperti pilihan pekerjaan, corak
hidup bermasyarakat, atau memilih pasangan hidup, yang sebenarnya masih jauh
didepannya. Bagi remaja, corak hari kemudian maupun corak tingkah lakunya
sekarang akan berbeda. Kemampuan abstraksi akan berperan dalam perkembangan
kepribadiannya. Kemampuan abstraksi menimbulkan kemampuan mempermasalahkan
kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan
keadaan bagaimana semestinya sesuai dengan alam pikirannya. Akhirnya, timbul
perasaan tidak puas dan putus asa.
Perkembagan
moral remaja akan dapat berjalan dengan lancar apabila ada rangsangan sosial
yang bermacam-macam. Apabila kita mengamati tingkah laku manusia pada batasan
umur tertentu, akan terlihat hal-hal seperti berikut :
·
Pada anak sekolah, tingkah lakunya
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perbuatannya dikaitkan dengan ancaman
hukuman bila terjadi pelanggaran dan dengan hadia bila mengikuti peraturan.
·
Pada anak yang meningkat remaja, ada
keinginan untuk menjalankan peraturan yang berlaku dalam kelompok sebayanya
atau kelompok sekitarnya.
·
Pada remaja, ada kecenderungan membentuk
prinsip moral yang otonom, yaitu prinsip yang berlaku bagi mereka sendiri,
walaupun tidak sesuai dengan prinsip kelompok maupun atasan.
Dalam
perkembangan moral perlu adanya tingkat perkembangan intelek tertentu. Dari
berbagai penelitian dapat disimpulkan bahwa perkembangan moral erat bertalian
dengan proses kemampuan menentukan suatu peran dalam pergaulan dan menjalankan
peran tersebut. Kemampuan berperan memungkinkan individu menilai situasi sosial
dari berbagai sudut pandangan (Yulia Singgih D. Gunarasa,
Singgih D. Gunarasa, 2012).
X.
Data FGD
a. Data
interviu dalam FGD
a. Pengertian
global warming dan go green.
Secara
keseluruhan subjek A, B, C, D, E, F mengartikan
global warming sebagai pemanasan global dan dampak dari global warming adalah
kebocoran ozon yang dapat mengakibatkan efek-efek buruk bagi bumi. Cara untuk menanggulangi
global warming adalah dengan cara reboisasi atau penanaman hutan kembali dan
menurut subjek reboisasi dapat dikatakan sebagai bentuk go green. Menghemat
daya listrik, mengurangi penggunaan bermotor, pemanfaatan tenaga surya, tidak
merokok tidak selalu membuka lahan baru yang mengurangi penyerapan air dan
pohon hijau dan semua itu sudah menurut subjek sudah merupakan bentuk dari go
green. Menurut keseluruhan subjek go green adalah usaha-usaha yang dilakukan
untuk mencegah kerusakan lingkungan, menurut keseluruhan subjek go green
dilakukan adalah karena untuk melindungi alam dari pemanasan global. Kebanyakan
dari subjek sudah pernah melihat go green, kebanyakan gerakan go green
dilakukan di area sekitar sumah seperrti reboisasi dan pada instansi pendidikan
seperti sekolahan. Mennurut interview yang dilakukan terhadap keseluruhan
subjek, subjek sudah melakukan go green namun pada dasarnya gerakan go green
ini tidak maksimal, contohnya membuang sampah pada tempatnya dilakukan oleh
semua subjek, namun ketika tempat sampah jauh atau tidak ada tempat sampah
keseluruhan subjek menyatakan mereka membuang sembarangan atau tidak pada
tempatnya. Dan mematikan alat elektronik yang menyambung dengan listrik ketika
sudah tidak digunakan, tetapi kebanyakan subjek tidak melepas charger hp ketika
mereka selesai menggunakan.
b. Faktor
penyebab diadakannya go green.
Dari
hasil interview dapat disimpulkan bahwa kegiatan go green merupakan kegiatan
guna melindungi bumi dari pemanasan global dan efek rumah kaca. Keseluruhan
subjek menjawab penggunaan kertas dalam keseharian mereka adalah digunakan
untuk menulis dan apabila sedang disekolah terkadang dijadikan mainan kemudian
dibuang karena sudah tidak terpakai lagi. Kebanyakan subjek mengatakan sudah
mengetahui bahan baku pembuatan kertaas. Keseluruhan subjek berpendapat bahwa
cara untuk mengatasi penggunaan kertas sehingga tidak banyak pohon ditebang
adalah dengan cara menggunakannya kembali atau dengan memanfaatkannya. Begitu
pula dengan pemanfaatan air, dapat disimpulkan semua subjek sudah dapat
menggunakan air secara bijak.
c. Perilaku
terhadap go green.
Dari
hasil interview dapat disimpulkan bahwa sebagian besar subjek melakukan
pemborosan listrik dengan media charger hp, yang dikarenakan kurangnya
pengetahuan subjek apabila charger hp tetap dipasangkan pada stop contact maka
energi yang dikeluarkan tetap menyala dan terbuang dengan percuma. Dari hasil
interview keseluruhan subjek menyatakan tidak mengajak oranag lain megikuti
karena subjek masih takut kalau dimarahi oleh orang tersebut
d. Dampak
go green.
Dari
hasil interview dapat disimpulkan bahwa dampak go green terhadap diri sendiri
adalah dapat bernapas dengan lega karena banyak oksigen. Dampak go green
terhadap lingkungan adalah lingkungannnya tidak rusak dan tetp asri. Dan go
green itu merupakan hal yang positif untuk dilaukan karena go green tujuan
utamanya adalah menyelamatkan bumi dari global warming.
b. Deskripsi
data hasil observasi selama FGD berlangsung
Secara keseluruhan peserta A di waktu
pertama, belum menjawab pertanyaan yang di ajukan oleh moderator. Tetapi
setelah pertanyaan ke empat dan seterusnya, peserta menjawab pertanyaan serta
menambahkan pendapat dari jawaban teman – temannya. Peserta lebih banyak
memberikan pendapat baru setelah mendengarkan jawaban temannya, kemudian 2 kali
membantah, dan terkadang menjadi urutan pertama yang menjawab pertanyaan dari
moderator.
Secara keseluruhan peserta B pada waktu
pertama memberikan pendapat baru setelah temannya memberikan jawaban. Peserta B
lebih banyak memberikan pendapat baru. Melakukan 2 kali membantah, dan seuju
dengan jawabn teman – temannya. Peserta B sering menjadi urutan kedua dalam
menjawab atau memberi pendapat, dan sesekali memberikan pertanyaan yang ia
belum pahami.
Secara keseluruhan, peserta C pada waktu
pertama ia tidak menjawab maupun memberi pendapat baru. Peserta C lebih sering
berpendapat sama dan setuju dengan teman – temannya. Hanya sesekali ia
memberikan pendapat baru. Peserta ini tidak ada membantah jawaban dari teman –
temannya. Peserta C lebih banyak diam dan senyum – senyum juga tertawa jika ada
yang bercanda. Ia lebih sering menjawab dengan urutan terakhir dalam menjawab.
Ketika di tanya sama moderator, ada beberapa yang ia tidak menjawab pertanyaan
tersebut.
Secara keseluruhan, peserta D di awal
pertanyaan sudah memberikan pendapat baru. Peserta ini lebih banyak menjawab
memberikan pendapat baru, dan terkadang setuju dengan teman – temannya. Ia juga
banyak diam, dan tertawa jika ada yang bercanda. Ketika di tanya sama
moderator, ada beberapa yang ia tidak menjawab pertanyaan tersebut.
Secara keseluruhan peserta E di awal
pertanyaan sudah menjawab pertanyaan dari moderator. Peserta E lebih banyak
menjadi urutan pertama dalam menjawab pertanyaan dari moderator.peserta E juga
lebih banyak memberikan pendapat baru dari perntayaan moderator maupun jawaban
dari teman – temannya. Terkadang ia membantah jawaban dari teman – temannya.
Peserta E juga melakukan bantah terhadap jawaban temennya yang tidak ia
setujui. Terkadang peserta F juga bertanya kepada moderator tentang masalah
yang tidak ia pahami.
Secara keseluruhan, peserta F di awal
pertanyaan dari moderator ia sudah mberikan pendapat baru. Peserta F lebih
banyaj memberikan pendapat baru di banding menjawab “sama” dengan jawaban
temennya. Tapi ada beberapa jawaban temannya yang ia setujui.peserta F sering
menjadi urutan pertama dalam menjawab. Sekali – sekali peserta F juga membantah
jawaban temannya yang tidak ia setujui.
XI.
Analisis Data FGD
XII.
Kesimpulan
XIII. Penutup
DAFTAR PUSTA
Halim, D. K. (2008). Psikologi
Lingkungan Perkotaan. Jakarta Timur: PT. Bumi Aksara.
Wibowo, I.2009. Pola Perilaku Kebersihan:Studi
Psikologi Lingkungan Tentang Penanggulangan Sampah Perkotaan.Jurnal Makara,
Sosial Humaniora, Vol. 13, No. 1 : 37-47
Asaad, dkk.2011.Tingkatan Taqwa Pada Melalui
Kepedulian Lingkungan. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup Pengurus Besar Nahldatul
Ulama
Crain, W. (2007). Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi (Ketiga
ed.). (Y. Santoso, Trans.) Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Yulia Singgih D.
Gunarasa, Singgih D. Gunarasa. (2012). Psikologi Remaja (1 ed.).
Jakarta: Penerbit Libri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar